PEMBANGUNAN
SUMBER DAYA ALAM
DAN
LINGKUNGAN HIDUP
A. Permasalahan
yang Dihadapi
Sebagai salah satu sumber penting
pembiayaan pembangunan, sumber daya alam yang ada dewasa ini masih belum
dirasakan manfaatnya secara nyata oleh sebagian besar masyarakat. Pengelolaan
sumber daya alam tersebut belum memenuhi prinsip-prinsip keadilan dan keberlanjutan.
Selain itu lingkungan hidup juga menerima beban pencemaran yang tinggi akibat
pemanfaatan sumber daya alam dan aktivitas manusia lainnya yang tidak
memperhatikan pelestarian lingkungan.
Beberapa permasalahan pokok dihadapi
dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup, pertama adalah
keterbatasan data dan informasi dalam kuantitas maupun kualitasnya.
Keterbatasan data dan informasi yang akurat berpengaruh pada kegiatan
pengelolaan dan pengendalian sumber daya alam dan lingkungan hidup yang belum
dapat berjalan dengan baik. Sementara itu, sistem pengelolaan informasi yang
transparan juga belum melembaga dengan baik sehingga masyarakat belum mendapat
akses terhadap data dan informasi secara memadai.
Selanjutnya, permasalahan pokok lainnya
adalah kurang efektifnya pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan sumber
daya alam yang ada, yang menyebabkan kerusakan sumber daya alam. Kondisi ini
ditandai dengan maraknya pengambilan terumbu karang dan pemboman ikan,
perambahan hutan, kebakaran hutan dan lahan, serta pertambangan tanpa izin.
Permasalahan lain adalah belum jelasnya pengaturan pemanfaatan sumber daya
genetik (transgenik) yang mengancam
keanekaragaman hayati dan kesehatan manusia, serta permasalahan ketergantungan
yang tinggi pada sumber daya fosil.
Disamping itu, tingkat kualitas
lingkungan hidup di darat, air, dan udara secara keseluruhan masih rendah,
seperti tingginya tingkat pencemaran lingkungan dari limbah industri baik di
perkotaan maupun di perdesaan, serta kegiatan transportasi dan rumah tangga
baik berupa bahan berbahaya dan beracun (B3) maupun non-B3. Tingginya
ketergantungan energi pada sumber daya fosil, merupakan permasalahan penting
yang mengakibatkan peningkatan emisi gas rumah kaca yang berdampak pada kenaikan
permukaan laut, perubahan iklim lokal dan pola curah hujan, serta terjadinya
hujan asam; belum tergantikannya bahan perusak lapisan ozon (BPO) seperti chloro fluoro carbon (CFC), halon, dan metil bromida; serta
kurangnya pemahaman dan penerapan Agenda 21 di tingkat nasional dan lokal.
Permasalahan-permasalahan tersebut
diatas timbul antara lain karena rendahnya kapasitas kelembagaan, belum
mantapnya peraturan perundangan, serta lemahnya penataan dan penegakan hukum
dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Kewenangan
dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber daya alam dan
lingkungan hidup, sejalan dengan otonomi daerah, masih belum sepenuhnya jelas,
karena peraturan pelaksanaan yang merinci fungsi dan kewenangan Pemerintah
Daerah belum lengkap. Selain itu,
terdapat permasalahan dalam hal kualitas sumber daya manusia untuk pengelolaan
sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Demikian pula sosialisasi kepada
masyarakat mengenai prinsip-prinsip pencegahan dan pengendalian pencemaran
lingkungan hidup harus terus ditingkatkan.
B. Langkah-langkah Kebijakan dan
Hasil-hasil yang Dicapai
Dengan memperhatikan permasalahan
dan kondisi sumber daya alam dan lingkungan hidup seperti diuraikan diatas maka
strategi kebijakan yang ditempuh adalah: (1) Mengintegrasikan prinsip-prinsip
keberlanjutan ekonomi, ekologi dan sosial dalam pemanfaatan sumber daya alam;
(2) Menumbuhkan tanggung jawab sosial dan praktik ekoefisiensi di tingkat
perusahaan dengan mengintegrasikan biaya lingkungan dan biaya sosial terhadap
biaya produksi; (3) Menerapkan teknologi yang terbaik dan tersedia, termasuk
teknologi tradisional untuk kegiatan konservasi, rehabilitasi sumber daya alam;
(4) Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam yang menjamin keseimbangan antara
pemanfaatan dan konservasi sumber daya alam, yang didukung oleh kepastian hukum
atas kepemilikan dan pengelolaan; (5) Menata kelembagaan, termasuk
pendelegasian kewenangan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup secara bertahap kepada pemerintah daerah; (6) Melakukan pembenahan
terhadap sistem hukum yang ada menuju sistem hukum yang responsif yang didasari
prinsip-prinsip keterpaduan, pengakuan hak-hak asasi manusia, serta
keseimbangan ekologis, ekonomis, dan pengarusutamaan gender; (7) Melakukan
reorientasi paradigma pembangunan yang mengakui hak-hak publik terhadap
pengelolaan sumber daya alam; serta (8) Mendorong budaya yang berwawasan
lingkungan melalui revitalisasi budaya lokal dan menumbuhkan etika lingkungan
dalam pendidikan dan lingkungan masyarakat; (9) Mengembangkan pola kemitraan
dalam pengelolaan sumber daya alam.
Dalam melaksanakan strategi
kebijakan tersebut, langkah-langkah yang dilakukan mengacu pada program-program pokok yang telah ditetapkan,
yaitu: program pengembangan dan peningkatan akses informasi sumber daya alam dan
lingkungan hidup; program peningkatan efektivitas pengelolaan, konservasi dan
rehabilitasi sumber daya alam; program pencegahan dan pengendalian kerusakan
dan pencemaran lingkungan hidup; program penataan kelembagaan dan penegakan
hukum pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup; dan
program peningkatan peranan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan
pelestarian lingkungan hidup. Program-program tersebut saling terkait satu sama
lain dengan tujuan akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat dari
generasi ke generasi dengan kualitas lingkungan hidup yang semakin baik.
1. Program Pengembangan dan Peningkatan
Akses Informasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
Tujuan program ini adalah untuk
memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap dan handal mengenai
potensi dan produktivitas sumber daya alam dan lingkungan hidup melalui
kegiatan inventarisasi, evaluasi, valuasi, dan penguatan sistem informasi yang
menjamin terbukanya akses masyarakat terhadap informasi yang ada.
Dalam pengembangan informasi
lingkungan hidup diperlukan data yang akurat, konsisten, dan terkini. Disamping
itu, demi kemudahan interpretasi dan pemahaman diperlukan standarisasi data
yang dapat digunakan secara nasional. Untuk itu dalam tahun 2000 telah
dikembangkan disain global basis data pengendalian pencemaran air, peta dasar
lingkungan se-Indonesia, dan aplikasi profil lingkungan untuk media air. Dalam
rangka pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut telah dihasilkan antara lain
penyempurnaan data dan informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, melalui
pemanfaatan teknologi penginderaan jauh yang sangat berguna untuk pemantauan
ekosistem bumi. Sejalan dengan itu, telah dilakukan pula peningkatan akses
masyarakat terhadap informasi kegiatan dan kasus-kasus lingkungan melalui media
internet yang didukung sistem layanan kesiagaan dan tanggap darurat bencana lingkungan.
Untuk mendukung peningkatan kualitas
pelayanan informasi lingkungan dilakukan penyusunan Kualitas Lingkungan Hidup
Indonesia 2000 (State of the Environment
Report, SoER) sebagai salah satu pelaksanaan Agenda 21. Kegiatan lain yang
dilakukan adalah upaya untuk mengembangkan Neraca Kependudukan dan Lingkungan
Hidup Daerah berdasarkan basis data setahun sebelumnya; pengembangan Pusat
Layanan Informasi di kantor Bapedal, Jakarta, dan tiga kantor Bapedal Regional
I; II; dan III, masing-masing berpusat di Pekanbaru, Denpasar, dan Makassar.
Sedangkan untuk memperkaya dan mengelola berbagai jenis informasi lingkungan,
dilaksanakan kegiatan untuk mendukung Pusat Layanan Informasi yang terdiri dari
perpustakaan modern yang dilengkapi dengan koleksi sumber informasi dan sarana
audio visual.
Selanjutnya, dalam kegiatan
inventarisasi sumber daya alam dan lingkungan hidup telah dilaksanakan
inventarisasi seluruh hutan bakau di Jawa, Kalimantan Timur, NTB, Bali,
Sulawesi Selatan, dan sebagian Irian Jaya; inventarisasi lahan potensi
pertanian di NTB; inventarisasi areal lahan sawah di Sumatera, Sulawesi, Bali,
NTB; serta inventarisasi terumbu karang di Sumatera Barat, Riau, dan wilayah
Indonesia Timur (Sulawesi, Nusa Tenggara Timur, Irian Jaya). Disamping itu,
juga telah dilakukan penyusunan neraca sumber daya alam daerah di 10 (sepuluh)
Kabupaten di Kalimantan Selatan, dan penyusunan tata ruang wilayah Kabupaten
Bangka.
Program Nasional Pemantauan
Lingkungan Perairan Laut (Seawatch
Indonesia) telah dilakukan dalam rangka mengumpulkan data-data lingkungan
kelautan yang paling mendekati akurat khususnya untuk Teluk Jakarta, Masalembo,
Batam, Belawan, dan Perairan Jepara. Sementara itu, potensi ikan sebagai sumber
daya alam laut yang bisa pulih, potensi lestarinya diperkirakan sebesar 6,26
juta ton per tahun. Potensi lahan untuk pengembangan budidaya laut jika
dibatasi pada iso-depth 50 meter dan
daerah yang aman dari gelombang, luasnya diperkirakan mencapai 1,9 juta ha.
Sementara itu, dari jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan di Zona Ekonomi
Eksklusive Indonesia (ZEEI) sebesar 1,5 juta ton per tahun, saat ini baru
sekitar 83 persen yang telah dimanfaatkan.
Untuk mengetahui potensi sumber daya
hutan, pada tahun 2000 telah dilakukan rekalkulasi sumber daya hutan.
Rekalkulasi dilakukan pada hutan produksi seluas 46,8 juta Ha atau 70,5 persen
dari seluruh hutan produksi, serta hutan lindung dan konservasi seluas 29,8
juta Ha atau 55,14 persen dari seluruh hutan lindung dan konservasi. Dari hasil
rekalkulasi tersebut terlihat bahwa kawasan hutan yang perlu direhabilitasi
seluas 20,1 juta Ha, sedangkan lahan kritis di luar kawasan hutan adalah seluas
15,1 juta Ha.
Sementara itu, di bidang energi dan
sumber daya mineral telah dilakukan pengembangan pelayanan informasi data
spasial energi dan sumber daya mineral, serta membentuk sistem komunikasi data
antara pusat dan daerah. Data terbaru dari hasil penyelidikan dan penelitian
diinformasikan bahwa cadangan minyak bumi adalah 9,8 miliar barel, yang
meliputi cadangan terbukti 5,2 miliar barel dan cadangan potensial 4,6 miliar
barel. Sedangkan cadangan gas bumi adalah 158,26 triliun kaki kubik, yang
meliputi cadangan terbukti 92,48 triliun kaki kubik dan cadangan potensial
65,78 triliun kaki kubik. Cadangan panas bumi tidak kurang dari 20 ribu Mwe.
Cadangan tersebut termasuk yang berada di perairan laut yang tidak dapat
pulih.
Dalam pengkajian ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang informasi, dilakukan upaya untuk mendapatkan model atau
metode pemanfaatan teknologi dirgantara untuk mendukung pelayanan teknis kepada
masyarakat. Pada tahun 2000 dan 2001, telah dilakukan beberapa usaha antara
lain adalah: peningkatan dan pengembangan kemampuan sistem penerima dan
pengolah data satelit penginderaan jauh, melalui peningkatan kemampuan stasiun
bumi satelit penginderaan jauh di Parepare dan Biak, sehingga stasiun-stasiun
bumi tersebut dapat menyajikan data satelit penginderaan jauh dan informasi
yang diturunkan dari data tersebut.
2. Program Peningkatan Efektivitas
Pengelolaan, Konservasi, dan Rehabilitasi Sumber Daya Alam
. Dalam rangka pelaksanaan program
ini, telah dilakukan kegiatan konservasi melalui pengelolaan kawasan konProgram
ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumber
daya alam dan lingkungan hidup, baik yang dapat diperbarui maupun yang tidak
dapat diperbaruiservasi darat dan laut. Sampai dengan April 2001, kawasan
konservasi yang telah ditunjuk sebanyak 1.077 unit dengan luas keseluruhan
sekitar 56,87 juta Ha, yang terdiri dari
Taman Nasional sebanyak 40 unit dengan luas 14,82 juta Ha; Cagar Alam
sebanyak 173 unit dengan luas 2,67 juta Ha; Suaka Margasatwa sebanyak 50 unit
dengan luas 3,62 juta Ha; Taman Wisata Alam sebanyak 92 unit dengan luas 973,89
ribu Ha; Taman Hutan Rakyat sebanyak 16 unit dengan luas 257,49 ribu Ha; Taman
Buru sebanyak 14 unit dengan luas 239,39 ribu Ha; dan Hutan Lindung sebanyak
692 unit dengan luas 34,31 juta Ha.
Dalam rangka pengamanan kawasan
konservasi lahan basah, selama tahun 2000 telah dilakukan sosialisasi penataan
batas Taman Nasional Teluk Cendrawasih yang berada pada wilayah administratif
Kabupaten Manokwari. Demikian pula upaya pelestarian keanekaragaman hayati
darat dan laut, perlindungan ekosistem yang rentan terhadap kerusakan, dan
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati terus dikembangkan. Untuk
mendukung strategi tersebut beberapa propinsi telah menyusun strategi
pengelolaan keanekaragaman hayati untuk wilayahnya.
Selanjutnya, beberapa langkah
strategis juga telah dilakukan dalam rangka menanggulangi penebangan kayu
ilegal dalam tahun 2000, yaitu melakukan operasi intelijen terhadap kegiatan
penebangan kayu ilegal dan melaksanakan operasi represif di wilayah rawan
penebangan dan peredaran hasil hutan ilegal secara terpadu, sampai dengan bulan
Agustus 2001 telah ditangani 516 kasus dengan 360 tersangka, dan ditemukannya
barang bukti yaitu sitaan 54,28 ribu meter kubik kayu olahan dan bulat serta
temuan 26,86 ribu meter kubik kayu olahan dan bulat. Selanjutnya juga
dilaksanakan Inpres Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Penebangan Kayu
Ilegal dan Peredaran Hasil Hutan Ilegal di Kawasan Ekosistem Leuser dan Taman
Nasional Tanjung Puting
Demikian pula dalam penyelenggaraan Ministerial Conference on Forest Law
Enforcement and Governance di Bali tanggal 11–13 September 2001, pertemuan
tersebut telah mengeluarkan deklarasi
dan komitmen untuk memberantas penebangan liar, perdagangan kayu liar dan
kejahatan kehutanan lainnya.
Disamping itu, juga telah dilakukan
langkah preventif melalui pendekatan sosial budaya kepada masyarakat di sekitar
hutan, dengan berbagai kegiatan seperti program hutan kemasyarakatan, padat
karya, hutan rakyat, HPH bina desa, penempatan pos-pos penjagaan di sepanjang
perbatasan Indonesia – Malaysia, dan patroli bersama secara rutin oleh aparat
keamanan dan masyarakat. Penindakan hukum terhadap para pelaku penebangan kayu
ilegal juga telah dilakukan. Dalam tahun 2000 telah dilakukan pengusutan
terhadap 12 orang yang diduga kuat melakukan tindakan penebangan kayu ilegal di
berbagai propinsi.
Sementara itu, kebakaran hutan dan
lahan tahun 2000 dan 2001 yang terjadi masing-masing mencakup areal seluas 29,6
ribu Ha dan 14,6 ribu Ha. Dalam rangka menanggulangi kebakaran hutan dan lahan
tersebut, langkah-langkah yang telah dilakukan adalah: memberikan peringatan
dini terhadap para pihak di wilayah rawan kebakaran yang sudah diaplikasikan di
Kalimantan Timur; memantau dan mensosialisasikan data titik api melalui
berbagai sarana komunikasi di Sumatera dan Kalimantan; meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang bahaya kebakaran hutan dan lahan serta antisipasi musim
kemarau panjang melalui kampanye dan dialog; dan pemantapan brigade kebakaran
hutan dengan dilengkapinya sarana dan prasarana penanggulangan kebakaran hutan.
Disamping itu, pada tahun 2000 juga telah dilakukan pelatihan tenaga terampil
pemadam kebakaran sebanyak 16.680 orang, instruktur nasional sebanyak 58 orang,
dan master trainers sebanyak 305
orang. Dalam rangka pemenuhan sarana dan prasarana telah disediakan peralatan
tangan, semi mekanik dan mekanik, dan dua unit fire fighting kits; pendirian stasiun penanggulangan kebakaran
hutan di 10 lokasi Dinas Kehutanan dan di lima Taman Nasional yaitu Taman
Nasional Kutai, Taman Nasional Berbak, Taman Nasional Way Kambas, Taman
Nasional Gunung Palung, dan di Taman Nasional Bukit 30. Selanjutnya, telah pula
dilakukan penyempurnaan prosedur tetap Fire
Suppression Mobilisation (FSM) di Kalimantan Barat, Riau, Sumatera Selatan,
dan Kalimantan Selatan.
Upaya rehabilitasi hutan dan lahan
kritis dilakukan melalui kegiatan pembangunan hutan tanaman industri (HTI),
penghijauan, serta pembangunan hutan rakyat dan hutan kemasyarakatan. Sampai
dengan Juni 2001, kawasan hutan produksi untuk Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri (HPHTI) telah mencapai 217 unit, dengan areal kerja seluas 8,64 juta
Ha, yang terdiri dari HTI Pulp sebanyak 27 unit (4,85 juta Ha), HTI Kayu
Perkakas sebanyak 89 unit (2,5 ribu Ha), HTI Trans sebanyak 68 unit (820,23 Ha)
dan HTI campuran/perkebunan sebanyak 33 unit (450,69 Ha).
Selanjutnya, kegiatan penghijauan
yang pelaksanaannya oleh Pemerintah Daerah Tingkat II, dalam tahun 2000
dilakukan di 25 propinsi yang mencakup 220 Dati II. Hasil yang dilakukan
meliputi penanaman input langsung 42,43 ribu Ha, pemeliharaan pertama 12,38
ribu Ha, penghijauan areal dampak 445,71 Ha, dan penghijauan swadaya 23,47 ribu
Ha. Dalam rangka kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis tersebut juga
telah dilakukan rehabilitasi hutan bakau yang rusak yang mencakup areal seluas
3,12 ribu Ha, dan bantuan bibit untuk areal dampak sebanyak 898 ribu batang;
serta penyelenggaraan Kredit Usaha Tani Konservasi (KUK DAS). Dalam rangka
pembangunan hutan kemasyarakatan telah dikeluarkan izin bagi kelompok
masyarakat yang tergabung dalam wadah koperasi, sebanyak 19 koperasi dengan
areal seluas 58,87 ribu Ha.
Untuk mendukung penyediaan pangan
lokal dan pemanfaatan lahan-lahan kosong, telah dikembangkan hutan cadangan
pangan di beberapa daerah. Dalam tahun 2000 pengembangan usaha hutan cadangan
pangan dan tanaman obat dilakukan melalui penyediaan bibit siap tanam sebanyak
6,84 juta batang di 26 propinsi; pelaksanaan kegiatan pemanfaatan lahan dibawah
tegakan hutan melalui usaha tani wanafarma seluas 4.950 Ha di 16 propinsi; dan
pelaksanaan pelatihan kepada petani dibidang hutan cadangan pangan dan tanaman
obat sebanyak 780 orang di 26 propinsi.
Selanjutnya,
kegiatan yang telah dilakukan berkaitan dengan keanekaragaman dan keamanan
hayati di antaranya adalah penyiapan berbagai perangkat kebijakan dalam hal
akses dan pembagian keuntungan yang adil dari pemanfaatan sumber daya genetik,
tindak lanjut protokol keamanan hayati (Cartagena
Protocol) serta pengendalian invasi jenis asing ke Indonesia. Sejalan
dengan itu, dalam tahun 2000 telah dilakukan penyusunan sejumlah peraturan,
seperti: (1) Pedoman Teknis Pengendalian Pemanfaatan Spesies Hasil Rekayasa
Genetik; (2) Pedoman Teknis Pengendalian dan Pemulihan Kerusakan Ekosistem
Strategis; (3) Pedoman Teknis Pengendalian Penurunan dan Pemulihan Populasi
Elang Jawa, Buaya dan Rusa; (4) Pedoman Teknis Pengendalian Penurunan dan
Pemulihan Populasi Cendana, Tengkawang dan Bambu. Selanjutnya, telah pula
dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomasa.
3. Program Pencegahan dan Pengendalian
Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah kerusakan dan/atau
pencemaran lingkungan, dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat
pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, kegiatan industri perkotaan
maupun domestik, serta transportasi. Sasaran program ini adalah tercapainya
kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu
lingkungan.
Dalam upaya
pengendalian pencemaran air telah dilakukan langkah-langkah koordinasi untuk
menyusun Rencana Induk PROKASIH 2005; Pedoman Penyusunan Program Kerja Daerah
PROKASIH 2005; masukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang
Pengendalian Pencemaran Air; menyusun Panduan Kerja Teknis Kegiatan PROKASIH di
daerah; dan memberikan dukungan dan bimbingan teknis ke 17 propinsi, terutama
untuk pengolahan data.
Pada tahun 2000 telah diadakan
kegiatan pemantauan ekosistem bumi khususnya kegiatan pemantauan kondisi sumber
daya alam dan lingkungan hidup untuk mencegah perusakan dan pencemaran
lingkungan hidup. Kegiatan tersebut termasuk pemantauan kondisi terumbu karang
di Jawa, Sumatera dan sebagian Sulawesi; kondisi hutan bakau di Jawa, Sumatera,
dan Kalimantan. Dalam rangka penyelamatan lingkungan dari limbah radioaktif,
telah diadakan upaya pengawasan langsung terhadap limbah radioaktif rumah
sakit, fasilitas kesehatan dan industri, serta penyusunan data dasar pengawasan
keselamatan radiasi.
Dalam rangka pengendalian pencemaran
limbah domestik dan perkotaan serta limbah pertanian dan perkebunan telah
dilakukan upaya memperbaiki konsep Pedoman Umum dan Pedoman Pelaksanaan Sistem
Evaluasi Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan, menyusun Pedoman Umum, Pedoman
Pelaksanaan, Kriteria Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan di kawasan perkotaan;
dan melakukan uji-coba sistem self-assesment
untuk kota-kota Surabaya, Bukittinggi, Denpasar, Bogor, Balikpapan dan
Samarinda terutama untuk Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan dalam program
Adipura.
Selanjutnya, pengendalian pencemaran
udara telah dilakukan peningkatan Program Langit Biru dari sumber bergerak
(transportasi) dan tidak bergerak (industri). Pengurangan pencemaran timbal
dari kendaraan bermotor terus diupayakan dan untuk wilayah DKI Jakarta
pemasokan bensin tanpa timbal diberlakukan pada 1 Juli 2001 sedangkan untuk
wilayah lainnya pada tahun 2003. Dalam upaya pengendalian pencemaran udara dari sumber tidak bergerak telah dilakukan pemantauan terhadap
persyaratan teknis alat pengendalian pencemaran udara bagi industri, pengukuran
mutu emisi cerobong industri dan pemantauan kualitas udara ambien di 10 kota
besar. Selain itu juga memberi masukan teknis untuk rancangan baku mutu emisi
untuk industri baru (minyak dan gas, pabrik pupuk fosfat, urea, amonium sulfat,
asam fosfat serta majemuk-NPK), dan memberi masukan teknis untuk rancangan
peraturan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara.
Dalam kaitan dengan emisi gas rumah
kaca, terdapat dokumen strategi Antisipasi Dampak Perubahan Iklim Gas Rumah
Kaca terhadap lingkungan di Indonesia dan saat ini sedang dilakukan studi
strategi nasional Clean Development
Mechanism (CDM) serta alternatif-alternatif penggunaan bahan bakar selain
fosil. Khusus deposisi asam telah dilakukan persiapan Jaringan Kerjasama
Pemantauan Deposisi Asam Asia Timur (EANET=East
Asia Network on Acid Deposition Monitoring). Untuk mengganti bahan perusak
lapisan ozon (BPO) telah dimanfaatkan dana hibah dari Multilateral Fund (MF), dan terus dilakukan pengawasan penggunaan
CFC tanpa izin. Sebagai bagian dari penerapan pembangunan berkelanjutan, Agenda
21 sektoral untuk bidang pertambangan, energi, permukiman dan pariwisata di
tingkat nasional telah diluncurkan dan pada saat ini dalam proses sosialisasi.
Beberapa daerah telah memiliki Agenda 21 lokal dan pemerintah terus melakukan
bimbingan teknis penyusunan Agenda 21 ini.
Untuk mendukung upaya minimasi
limbah telah dilakukan penggunaan prinsip-prinsip pencegahan melalui teknologi
produksi bersih dan daur ulang. Penerapan produksi bersih telah dilakukan
terutama untuk agroindustri melalui penyelenggaraan proyek percontohan di
beberapa industri gula sebagai demo proyek, serta penyusunan buku panduan
pelaksanaannya. Dalam rangka mendorong pemanfaatan limbah melalui daur ulang
telah dilakukan pendekatan kepada kelompok-kelompok masyarakat dalam kegiatan
swakelola yang menerapkan prinsip 4R
(reuse, recovery, reduce dan recycle).
Dalam hal pengintegrasian biaya
lingkungan terhadap biaya produksi telah dilakukan kegiatan sosialisasi
internalisasi aspek lingkungan dalam perdagangan terutama mengantisipasi
diberlakukannya AFTA tahun 2003, penggunaan pendekatan instrumen ekonomi,
berupa retribusi, pajak atau denda bagi penghasil limbah yang didasarkan pada
prinsip pencemar bayar (poluter pays
principle). Selain itu, juga sedang dilakukan kajian penerapan mekanisme
instrumen pasar untuk mendukung penggunaan produk hijau.
4. Program Penataan Kelembagaan dan
Penegakan Hukum Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pelestarian Lingkungan
Program ini bertujuan untuk
mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat hukum dan kebijakan,
mengembangkan kelembagaan serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan
sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan.
Dalam
aspek kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup tersebut, telah dilakukan
pembentukan dan penguatan kelembagaan lingkungan daerah serta pengembangan
mekanisme kelembagaan lingkungan hidup lintas sektoral. Hingga Agustus 2000
telah terbentuk 26 Bapedalda propinsi dan 163 Bapedalda kabupaten/kota.
Kelembagaan Bapedalda propinsi telah diperkuat dengan laboratorium lingkungan
yang telah diadakan di 26 propinsi. Selain itu telah dilakukan peningkatan
kapasitas kelembagaan melalui pelatihan dan pendidikan sumber daya manusia
aparatur pemerintah pengelola lingkungan hidup.
Penyusunan
rancangan undang-undang (RUU) pengelolaan sumber daya alam berikut perangkat
peraturannya, pada saat ini telah sampai pada tahap penyelesaian Naskah
Akademis. Untuk mendorong peran serta masyarakat dalam penyusunan RUU tersebut,
sejak awal tahap inisiasi telah dikembangkan forum konsultasi publik baik
secara nasional maupun lokal yang keseluruhannya akan diselesaikan dalam tahun
2001. Demikian pula dalam penyusunan rancangan RUU Pengelolaan Kawasan Pesisir,
pada saat ini sedang dalam proses konsultasi publik, dan untuk putaran pertama
telah dilakukan di Balikpapan, Manado, dan Jakarta. Disamping itu, untuk
melengkapi peraturan yang lebih operasional terhadap pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AMDAL, telah dikeluarkan Keputusan Meneg
LH Nomor 40, 41, dan 42 Tahun 2000 sebagai pedoman pelaksanaan di lapangan.
Selain itu, berkaitan dengan
penebangan kayu ilegal maka telah diterbitkan Inpres Nomor 5 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Penebangan Kayu Ilegal dan Peredaran Hasil Hutan Ilegal di
Kawasan Ekosistem Leuser dan Taman Nasional Tanjung Puting. Untuk melindungi
kepunahan kayu ramin (gonystylus spp),
telah dihentikan sementara kegiatan penebangan dan perdagangan kayu ramin, hal
itu telah dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor
127/Kpts-V/2001 tanggal 11 April 2001. Pedoman Umum Pengembangan Daerah
Penyangga Taman Nasional yang dapat
digunakan sebagai acuan bagi daerah untuk membangun masyarakat yang berada di
daerah penyangga, juga telah selesai disusun.
Selanjutnya, dalam rangka mewujudkan
prinsip-prinsip keadilan dan penerapan disinsentif bagi penggunaan sumber daya
hutan, telah dikembangkan tarif Iuran
Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) Progresif untuk areal HPH dengan luas lebih dari
100 ribu Ha.
Dalam rangka pelaksanaan
program-program sukarela, seperti sistem manajemen dan kinerja lingkungan
(ISO-14000 dan ekolabeling) bagi perusahaan industri dan jasa agar dapat
bersaing di tingkat internasional, telah dilakukan penyusunan rancangan Pedoman
Sertifikasi Ekolabel bagi lembaga sertifikasi, serta rancangan Pembentukan
Komite Ekolabel Indonesia yang telah sampai pada tahap revisi di tingkat Badan
Standardisasi Nasional. Dalam pengembangan system manajemen lingkungan telah
dihimpun data dasar terhadap 71 perusahaan yang telah mendapat sertifikat ISO
14001, 12 lembaga sertifikasi ISO 14001 yang beroperasi di Indonesia, 30
personel auditor lingkungan baik yang bersertifikat maupun yang hanya mengikuti
kursus terakreditasi. Disamping itu, telah dihimpun 116 SNI (Standar Nasional
Indonesia) yang berkaitan dengan lingkungan hidup, yakni SNI Udara, pengujian
kualitas air sumber dan limbah cair, kesehatan dan keselamatan kerja,
kecelakaan, alat kebakaran, perlindungan diri dan sampah, sistem manajemen
lingkungan dan audit.
Berkaitan dengan penanganan kasus
lingkungan hidup, pada saat ini telah dikelola dan diproses 500 pengaduan atau
pelaporan kasus lingkungan dari masyarakat. Dari kasus-kasus tersebut telah
ditindak-lanjuti sebanyak 80 persen diteruskan kepada daerah bersangkutan, dan
sisanya ditangani oleh pusat. Di samping itu telah dilakukan penyusunan dan
pembahasan berbagai pedoman penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan
meliputi pembentukan lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa
lingkungan; pembentukan sekretariat lembaga penyedia jasa penyelesaian sengketa
lingkungan; pengangkatan dan pemberhentian arbiter dan mediator/pihak ketiga
lainnya; serta pedoman tata cara permohonan pengaduan penyelesaian sengketa
lingkungan di luar pengadilan.
Sementara itu, untuk menekan
kerugian negara yang disebabkan oleh pelanggaran kapal penangkap ikan asing
yang berbendera Indonesia, maka telah dibentuk Tim Terpadu Penanggulangan
Penyalahgunaan Perizinan Usaha Perikanan, yang keanggotaannya terdiri dari berbagai
instansi. Selanjutnya, untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian
kapal-kapal ikan juga telah direncanakan pengembangan Vessel Monitoring System/Monitoring Controlling and Surveillance
(VMS/MCS). Dalam rangka kerjasama regional untuk pencegahan penangkapan
ikan secara ilegal serta menegakkan ketaatan terhadap ketentuan pengelolaan
perikanan serta sistem pelaporan, pada tanggal 1 Maret 2001, Indonesia telah
ikut menyepakati International Plan of
Action on Illegal, Unreported and Unregulated (IUU) Fishing.
•
Program
Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan
Pelestarian Lingkungan Hidup
Tujuan dari program ini adalah untuk
meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup.
Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan dalam pelaksanaan program ini pada tahun
2000 adalah: peningkatan jumlah dan kualitas anggota masyarakat yang peduli dan
mampu terhadap pelestarian sumber daya alam dan lingkungan; serta pemberdayaan
masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan pemeliharaan lingkungan
hidup melalui pendekatan keagamaan, adat, dan budaya. Dalam upaya pemberdayaan
masyarakat lokal telah diselenggarakan dan difasilitasi berbagai pelatihan untuk
meningkatkan kepedulian lingkungan di kalangan masyarakat, seperti pelatihan
pengendalian kerusakan hutan bakau bagi LSM dari 8 propinsi di Sumatera; serta
pelatihan lingkungan hidup untuk para guru, mubaligh dan mubalighah di Riau dan
Sulawesi. Disamping itu, juga telah disiapkan modul-modul pendidikan dan
rencana pendidikan lingkungan hidup untuk 1.200 sekolah kejuruan negeri beserta
kegiatan monitoring, evaluasi pelaksanaan, serta penyuluhan bagi guru-guru
Sekolah Menengah Kejuruan.
Sejalan dengan upaya peningkatan
peranan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam, dalam bidang kehutanan
telah dikembangkan kredit usaha hutan rakyat (KUHR) kepada masyarakat. Sampai
tahun 2000 jumlah dana kredit yang telah disalurkan dalam rangka pengembangan
hutan rakyat pola kemitraan sebesar Rp 107,6 milyar untuk areal seluas 46,7
ribu Ha dengan jumlah petani peserta sebanyak 45 ribu orang. Disamping itu, di
beberapa daerah penyangga taman nasional telah dikembangkan program-program
pemberdayaan masyarakat agar mereka mempunyai alternatif pendapatan yang
diselaraskan dengan kelestarian kawasan konservasi yang ada.
Dalam rangka meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan kawasan konservasi, dilakukan kegiatan
pengembangan bina cinta alam bagi para pemuda kader konservasi dengan tujuan
agar mereka dapat menyampaikan pentingnya konservasi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya kepada masyarakat. Pada tahun 2000 telah dilaksanakan
pembentukan kader konservasi sebanyak 92 orang di Jawa Tengah dan Jawa Barat;
kader konservasi tingkat pemula sebanyak 115 orang di Kepulauan Seribu dan Nusa
Tenggara Barat; kader konservasi tingkat madya sebanyak 60 orang di Sulawesi
Selatan; kader konservasi dan kelompok pecinta alam sebanyak 145 orang di Taman
Nasional Ujung Kulon dan Nusa Tenggara Barat; pembinaan generasi muda Saka Wana
Bakti sebanyak 40 orang di Sulawesi Selatan; pendidikan pembentukan kelompok
Bina Wisata Alam di Pulau Datok sebanyak 30 orang di Taman Nasional Gunung
Palung-Kalimantan Barat; pendidikan lingkungan bagi guru dan siswa SLTP dan SMU
sebanyak 126 orang di Taman Nasional Gunung Palung-Kalimantan Barat.
Dalam pengembangan pola kemitraan
dengan lembaga masyarakat dilakukan perintisan pola kemitraan usaha kecil dan
menengah untuk memanfaatkan bahan baku dan produk ramah lingkungan,
pengembangan kewirausahaan masyarakat rentan melalui introduksi kegiatan usaha
ramah lingkungan dan pemanfaatan limbah pertanian dan hasil hutan non kayu,
serta perumusan bahan-bahan kebijakan untuk perlindungan dan pemberdayaan
masyarakat rentan khususnya Komunitas Adat Terpencil (KAT). Untuk
mempertahankan kearifan tradisional dalam melestarikan lingkungan telah
dilakukan inventarisasi dan dokumentasi dalam wujud buku "Bunga Rampai
Kearifan Lingkungan" dari berbagai kategori masyarakat yaitu pesisir,
pedalaman dan pertanian menetap. Untuk meningkatkan peran perempuan dan
kesetaraan gender, upaya yang dilakukan adalah penyebarluasan informasi peran,
hak, dan kesempatan perempuan dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
kepada masyarakat lokal.
C. Tindak
Lanjut yang Diperlukan
Untuk mencapai sasaran pembangunan
di bidang sumber daya alam yang telah ditetapkan dan sekaligus mengatasi
permasalahan dan tantangan yang dihadapi, maka strategi yang ditempuh diarahkan
pada upaya: mengelola sumber daya alam, baik yang dapat diperbarui maupun yang
tidak dapat diperbarui; menegakkan hukum secara adil dan konsisten untuk
menghindari perusakan sumber daya alam dan pencemaran lingkungan;
mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab kepada pemerintah daerah dalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup secara bertahap;
memberdayakan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal; serta memelihara kawasan
konservasi yang sudah ada dan menetapkan kawasan konservasi baru di wilayah
tertentu.
Strategi tersebut dijabarkan kedalam
langkah-langkah tindak lanjut berupa program-program pembangunan yang berisikan
kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun mendatang.
Kegiatan-kegiatan tersebut antara lain ditujukan untuk mendukung upaya
pengembangan dan peningkatan akses informasi sumber daya alam dan lingkungan
hidup melalui: penyempurnaan data potensi sumber daya alam; pembentukan
mekanisme jaringan informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup di pusat dan
daerah; pengembangan sistem informasi dan data monitoring kualitas lingkungan
hidup yang sahih dan berkesinambungan; pengukuhan kawasan hutan dan penetapan
kawasan-kawasan tertentu yang dilindungi.
Kegiatan penyempurnaan data dan
informasi tersebut dibutuhkan untuk mendukung upaya peningkatan efektivitas
pengelolaan, konservasi dan rehabilitasi sumber daya alam. Untuk itu
diperlukan: penyusunan rencana pengelolaan sumber daya hutan dan air berdasarkan
Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas dan tata ruang; penyediaan insentif untuk
daerah konservasi sumber daya alam dan penyusunan peraturan disinsentif dalam
bentuk tarif dan user fee bagi
penggunaan sumber daya alam yang tidak terkendali; penyusunan mekanisme
pemeliharaan kawasan konservasi yang melibatkan masyarakat, pemerintah daerah
dan swasta; pemulihan lingkungan hidup yang kritis akibat kerusakan ekosistem.
Dalam
rangka mendukung program pencegahan dan pengendalian kerusakan serta pencemaran
lingkungan hidup akan dilakukan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya
pengembangan teknologi yang berwawasan lingkungan; pengembangan teknologi
pengelolaan limbah rumah tangga dan komunal; pengembangan dan sosialisasi
teknologi produksi bersih; pengendalian pencemaran air, tanah, dan udara;
pengawasan dan pengelolaan keselamatan radiasi dan limbah nuklir.
Dalam
bidang penataan kelembagaan dan penegakan hukum dalam pengelolaan sumber daya
alam dan pelestarian lingkungan hidup, akan dilakukan langkah-langkah yang bertujuan untuk mendukung upaya:
penetapan peraturan yang mengatur kewenangan dan tanggung jawab daerah dalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup; penyusunan Undang-undang dan
perangkat hukum di bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup;
pembinaan terhadap industri yang menerapkan standar barang dan/atau jasa
(ISO-14000, ekolabeling dan hutan
lestari) agar dapat bersaing di pasar global; penegakan hukum yang tegas dan
konsisten dalam kasus pelanggaran ketentuan AMDAL, eksploitasi sumber daya alam
tanpa izin, dan perusakan sumber daya alam lainnya.
Sementara itu, peningkatan peranan
dan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian
lingkungan hidup harus terus ditingkatkan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
akan diarahkan kepada upaya: peningkatan dan pengakuan atas peran dan
kepemilikan masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan
hidup; penyusunan pedoman mekanisme konsultasi publik dalam penetapan kebijakan
dan peraturan dalam rangka pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup;
pengembangan pola kemitraan dengan masyarakat lokal dalam pengawasan
pengelolaan sumber daya alam dan pengendalian kualitas lingkungan hidup.